NEUROPATI DIABETIK by Dr. Suandi Qin

blog1

MANAJEMEN NEUROPATI DIABETIK DENGAN BODY ACUPUNCTURE 

Neuropati Diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular dari Diabetes Mellitus yang bersifat simetris pada kaki, yang umumnya menyebar dari distal ke proksimal. 

Neuropati Diabetik merupakan penyebab tertinggi terjadinya diabetic foot syndrome / charcot foot yang meningkatkan resiko infeksi dan amputasi. Gejala neuropati diabetik berupa gangguan rasa kebas/kesemutan, panas/dingin, rasa terbakar, tertusuk maupun tersetrum. Komplikasi diakibatkan oleh kontrol gula darah yang buruk, dan gaya hidup yang tidak sehat berupa asupan kalori yang berlebihan serta aktifitas fisik yang kurang.(Bondar et al., 2021; Ray et al., 2021; Smith et al., 2022b). 

Neuropati Diabetik dimunculkan dari kerusakan serabut saraf kecil/halus, bermyelin (Aδ), maupun non-myelin (serat C). Kerusakan pada serabut saraf A yang besar biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri. Kerusakan serabut saraf ditandai dengan meningkatnya sel schwan, remyelinisasi segmental dan gangguan transpor pada axon. (Smith et al., 2022a)(Lalenoh and Dalimunte, 2017). 

Gangguan metabolisme yang terjadi pada neuropati diabetik disebabkan karena peningkatan kadar glukosa, lipid dan gangguan signalling Insulin, aktivitas pathway yang berlebihan dari proses polyol, peranan radikal bebas (NOS dan ROS), serta peningkatan proses glikasi.(Ray et al., 2021)(Smith et al., 2022a) 

Penanganan Neuropati Diabetik, selain kontrol kadar gula darah yang memadai lewat diet dan olahraga, juga dapat dilakukan dengan penanganan medikamentosa dan non-medikamentosa.   Penanganan medikamentosa peroral umumnya dengan penggunaan Antidepresan (TCA Amitriptilin), Antikonvulsan (Pregabalin, Gabapentin), Analgesic opioid (Tramadol). Pregabalin dan Gabapentin merupakan lini pertama dalam penanganan Neuropati Diabetik. Selain harganya yang relatif mahal, pemakaian jangka panjang dapat menambah kerusakan ginjal yang memang akan terjadi pada penderita diabetes mellitus, rasa doyong, mengantuk, sakit kepala, edema perifer. (Nash, Armour and Penkala, 2019). (Ray et al., 2021).  Penanganan medikamentosa intravena dengan Lidocaine, Ketamin.  Penanganan medikamentosa secara topikal dengan Capsaisin dan Lidocaine patch yang keduanya memiliki efek samping iritasi pada kulit. Dapat juga dilengkapi dengan pemberian produk Nutraceutical berupa α-lipoic acid, vitamin B12 dan Carnitine. (Bondar et al., 2021).

Ada juga penanganan non-medikamentosa dengan menggunakan konsep neuromodulasi seperti Spinal Cord Stimulation (SCS), Frequency-Modulated Electromagnetic Neural Stimulation (FREMS), Trancutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Neuromuscular Electrical Stimulation (NMES)(Smith et al., 2022b). Spinalcord stimulation memiliki efikasi dan efektivitas yang rendah serta dapat menyebabkan infeksi (Smith et al., 2022a). 

Akupunktur merupakan tindakan intervensi merangsang permukaan tubuh yang sinyalnya diteruskan ke Otak. Proses integrasi terjadi di Otak sehingga menghasilkan output yang dapat mengatur fungsi sistem imun dan neuroendokrin. (Li et al., 2021). Penggunaan teknik akupunktur dalam penanganan Neuropati Diabetik menunjukkan perbaikan kadar gula darah dan perbaikan kecepatan konduktivitas saraf Peroneal motorik dan Sureal sensorik (Deng et al., 2021) 

Akupunktur dilakukan pada titik HeGu (Li4), LiangQiu (ST34), ZuSanLi (ST36), FengLong (ST40), QuChi (Li11), SanYinJiao (SP6), TaiXi (KI3), dan TaiChong (LR3) (Tong, Guo and Han, 2010)(Nash, Armour and Penkala, 2019). Hasil yang dicapai tergantung lamanya waktu penjaruman dan pemilihan titik akupunktur. Lamanya jarum di titik akupunktur bervariasi dimulai dari 15-30 menit persesi dan ada yang dilakukan perangsangan manual hingga deqi (setiap 5 menit) maupun menggunakan elektro-akupunktur. Akupunktur dapat dilakukan bervariasi mulai dari 2, 8,16 minggu atau persiklus terapi 12 x dan diberikan istirahat 1 minggu kemudian dilanjutkan lagi siklus selanjutnya tergantung praktisi akupunktur. 

Perbaikan aktivitas neuron melalui akupunktur di Otak seperti right anterior cingulated cortex, amygdala, hypothalamus dan periaquaductul grey venterolateral dapat diperiksa dengan menggunakan MRI untuk menilai functional connectivity dan blood oxygen level dependent.(Li et al., 2021) 

Akupunktur yang disertai dengan elekro-akupunktur dapat memperbaiki aliran darah pada kedua kaki, memulihkan kecepatan konduksi saraf, mengurangi respon inflamasi (hs-cRP, TNFα,IL-6), disertai efekasi dan keamanan yang lebih baik dibandingkan terapi dengan obat. (Indra et al., 2022). Elektroa-akupunktur di frekuensi 2Hz -100Hz pada titik ST36 dan BL42 dapat meningkatkan paw withdrawal threshold (PWT) yang akan menekan ekspresi gen p65, CBS (cystathionine β synthetase), P2X3 purinoreseptor, Protein Kinase C(PKC)di L4-6DRG, serta menurunkan nuclear factor kappa B(NF-KB). P2X3 receptor berperan meneruskan rangsang nociceptive. Protein Kinase C merupakan modulator terhadap nyeri dan inflamasi. (Cho and Kim, 2021) 

Penggunaan Moxa atau TDP dapat ditambahkan bila dijumpai rasa dingin dan kebas. Pin prick atau pengeluaran darah perifer di Bafeng Ex-LE-10, 2x selama 1 siklus pengobatan di mana 1 siklus terdiri dari 12x sesi akupunktur dengan durasi 25-30 menit didapatkan mampu mengurangi gangguan rasa kebas.(Dietzel et al., 2021). 

 

REFERENCE 

Bondar, A. et al. (2021) ‘Diabetic neuropathy: A narrative review of risk factors, classification, screening and current pathogenic treatment options (Review)’, Experimental and Therapeutic Medicine, 22(1), pp. 1–9. Available at: https://doi.org/10.3892/etm.2021.10122.

Cho, E. and Kim, W. (2021) ‘Effect of acupuncture on diabetic neuropathy: A narrative review’, International Journal of Molecular Sciences, 22(16). Available at: https://doi.org/10.3390/ijms22168575.

Deng, H. et al. (2021) ‘Acupuncture for diabetic peripheral neuropathy: study protocol for a randomized, placebo-controlled trial’, BMJ Open, 46(1), pp. 1–6. Available at: https://doi.org/10.1111/jcpt.13351. Dietzel, J. et al. (2021) ‘Acupuncture in diabetic peripheral neuropathy—protocol for the randomized, multicenter ACUDPN trial’, Trials, 22(1), pp. 1–12. Available at: https://doi.org/10.1186/s13063-021-05110-1.

Indra, T. et al. (2022) ‘Perbaikan Klinis Kaki Diabetik Menggunakan Terapi Akupunktur’, Jurnal Keperawatan Silampari, 5(2), pp. 860–867. Available at: https://doi.org/10.31539/jks.v5i2.3481.

Lalenoh, D.C. and Dalimunte, C. (2017) ‘Diabetic Neuropathic Pain Pathophysiology and Pain Management’, Academia Anesthesiologica International, 2(1). Available at: https://doi.org/10.21276/aan.2017.2.1.6.

Li, M. et al. (2021) ‘Study on acupuncture in the treatment of painful diabetic peripheral neuropathy based on rs-fMRI: A protocol for systematic review and meta-analysis’, BMJ Open, 11(8), pp. 1–6. Available at: https://doi.org/10.1136/bmjopen-2021-055874.

Nash, J., Armour, M. and Penkala, S. (2019) ‘Acupuncture for the treatment of lower limb diabetic peripheral neuropathy: a systematic review’, Acupuncture in Medicine, 37(1), pp. 3–15. Available at: https://doi.org/10.1136/acupmed-2018-011666.

Ray, J. et al. (2021) ‘A Review on Diabetic Peripheral Neuropathy’, Journal of Drug Delivery and Therapeutics, 11(2-S), pp. 121–125. Available at: https://doi.org/10.22270/jddt.v11i2-s.4642.

Smith, S. et al. (2022a) ‘Pathogenesis of Distal Symmetrical Polyneuropathy in Diabetes’, Life, 12(7), pp. 6–20. Available at: https://doi.org/10.3390/life12071074.

Smith, S. et al. (2022b) ‘Prevention and Management Strategies for Diabetic Neuropathy’, Life, 12(8), pp. 1–28. Available at: https://doi.org/10.3390/life12081185.

Tong, Y., Guo, H. and Han, B. (2010) ‘Fifteen-day Acupuncture Treatment Relieves Diabetic Peripheral Neuropathy’, JAMS Journal of Acupuncture and Meridian Studies, 3(2), pp. 95–103. Available at: https://doi.org/10.1016/S2005-2901(10)60018-0.

>